ما حرم أخذه حرم  إ ععطاؤه
“ Sesuatu yang haram diambil, maka haram pula diberikan”

Penjelasan Kaidah
Untuk beberapa penjelasan ; ما – حرم – أخذ   kita cukupkan pada apa yang telah dipaparkan di atas. Silahkan perhatikan kembali penjelasan kaidah sebelumnya.

Sekarang kita akan membahas kata terakhir ; إعطاء ( memberikan ).  Di sini kata tersebut merupakan pelaku ( fa’I’l) dari kata kerja (fi’l) حرم (terlarang). Kata إعطاء adalah bentuk masdar dari fi’il madi mazid satu huruf. Bentuk aslinya adalah عطا- يعطو-عطوا  (mencapai sesuatu). Dengan penambahan satu huruf  berupa “ ا ” sehingga menjadi أعطى – يعطي – إعطاء  maka artinya memberi. Dan ini ma’ruf dikalangan kita bersama. 

Kaidah ini mirip dengan kaidah sebelumnya. Dua kegiatan yang dinilai memiliki kausalitas (sebab-akibat) yang terikat satu sama lain, maka hukumnya diparalelkan. Jika suatu akibat dari aktifitas kegiatan yang dinilai haram, maka aktifatas sebelumnya yang merupakan sebab munculnya keharaman, maka diharamkan pula. Ini sebagai konsekwensi logis untuk mewujudkan kemaslahatan yang lebih komprehensif dari sebuah pelarangan. Bahkan langkah ini dianggap cukup efektif bagi penerapan kebijakan dalam siyasah syariyyah.
Berikut ini adalah beberapa contoh yang dikemukakan oleh as-Suyuti :

Pertama: Haram hukumnya memberikan riba kepada orang lain, sebagaimana diharamkan memakan riba dari harta orang lain. Ini berdasarkan dari hadis : “ Allah melaknat orang yang memakan riba,  memberinya, saksinya dan pencatatnya”.

Kedua : Haram hukumnya memberikan upah (mahar) pada seorang pelacur. Sebagaimana seorangn wanita dilarang mengambil upah dari melacurkan diri ( haram melakukan prostitusi ).

Ketiga : Haram hukumnya memberikan upah pada tukang ramal ( dukun).  Sebagaimana diharamkan pekerjaan dukun tersebut  dan mengambil upah dari orang yang diramalnya.

Keempat: Haram hukumnya memberikan suap ( rasywah). Sebagaimana diharamkan mengambil uang suap dari seseorang.

Adapun pengecualian kaidah ini bisa dilihat sebagai berikut ;
Pertama : menyuap hakim untuk mendapatkan hak. Jika hakim tersebut menahan atau mencegah seseorang untuk mendapatkan haknya, maka dibolehkan menyuapnya. Dalam ini, yang dikenakan dosa adalah hakim karena mengambil suap.

Kedua : membayar harta tebusan untuk membebaskan tawanan. 

Ketiga : memberikan sesuatu kepada orang yang dikhawatirkan akan menghinanya.

Keempat : seorang pewasiat boleh memberikan sesuatu kepada orang yang dikhawatirkan akan merampas harta anak yatim. Lantas bagi seorang qadi harus mengambil alih atas harta anak yatim tersebut. dan diharamkan bagi pemerintah untuk mengambil sesuatu darinya.

Disamping kaidah ini “ sesuatu yang haram diambil, haram pula diberikan”, ada kadah yang serupa, yaitu ; “ sesuatu yang haram dibuat, haram pula diminta”. Namun, hal ini dikecualikan dalam dua hal : 

Pertama : jika seseorang menggungat hutang pada pihak lain, namun pihak yang berhutang mengingkarinya, maka boleh mengambil sumpah dari pihak yang berhutang.

Kedua : boleh mengambil jizyah dari tangan kafir zimmi. Meskipun memberikannya tidak boleh. karena memberinya berarti membiarkannya terus untuk berada pada kekufuran.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

1 komentar:

Posting Komentar

Sponsors

Ahlan...

Blog ini didedikasikan untuk kita semua dengan berbagi Pengalaman, khazanah dan wawasan keilmuan Islam. Semoga dari kerja kecil ini bisa bermanfaat besar untuk kejayaan umat. Sebab sudah menjadi tugas kita untuk menyambung estafeta pengetahuan untuk disampaikan pada yang lain.

" ALLAHUMMA URZUQNA 'ILMAN NAFI'A"

Sering Dibaca

Total Tayangan Halaman

Gudang Tulisan

Tinggalkan Jejak Anda

My Blog List

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Tentang Saya

Foto Saya
Ferry Ramadhansyah
Lihat profil lengkapku

Followers