Bel berbunyi beberapa kali. Aku baru
saja tertidur, saat sambil membaca buku di ruang tamu. Aku yang baru terlayang,
antara sadar dan tidak mendengar bel
itu. Malas, karena kupikir baru saja merebahkan badan untuk tidur siang, tapi
harus bangkit, melangkah menuju pintu dan membukanya. Lalu menyilahkan orang
yang berdiri diluar dari tadi memencet bel. Pikirku, masih setengah sadar, moga
ada salah satu kawanku yang dikamar berinisitif membuka pintu. Biar aku bisa
melanjutkan tidur siang.
Langsung, aku terbangun, duduk
diatas kasur dan menimpali kata Elman sembari mengakidkan (memastikan). “Ibnu
yang ngobrol sama kita soal partai sehabis nyoblos kemaren kan. Kecil-kecil
orangnya, waktu itu dia ngomongin PDI, partai yang dijagokannya.” Iya, kata Elman. Inna lillahi wa inna
ilaihi rajiun. Serr… darah dijantung ini serasa terpompa cepat. Dan diriku
diam terpaku, dengan pandagan kosong menatap dinding, serasa belum percaya
kejadian tersebut.
Ibnu…refleks bayanganku memutar
rekaman yang ada di otak. Teringat beberapa kali pernah berpapasan dengannya.
Memang bisa terbilang, aku bukan orang yang cukup dekat dengan Ibnu, tak
seperti Elman kawan serumahku. Cuman setiap kali berpapasan, masih terbayang
gayanya yang luwes, akrab dan selalu senyum serta kental dengan logat jawanya
kalau ngomong. Selalu, menyapada duluan kalau berpapasan. “bang, mau kemana?
Salam ya buat Elman” katanya kalau berpapasan. Selalu menitipkan salam.
Kini, mahasiswa lughah Universitas
Al Azhar Kairo itu sedang menempuh perjalanan lain menghadap Zat yang Maha
hidup. Kawan yang saya salut karena keramahannya ini membuat saya merenung. Ia Sempat
sekali tahwil (pindah) fakultas yang
awalnya Ushuluddin menjadi lughah. Karena memang, dulu sewaktu di
indonesia dia milih lughah, tapi keterima di ushuluddin. Meski pergantian tahun
terus berjalan, dia tetap semangat menuntut ilmu walaupun harus berganti
fakultas. Dan sekarang, perjalanan itu berhenti. Ditempat peristirahatan
terakhirnya, menanti untuk bertemu Allah azza wajalla.
Siapa sangka, dan siapa yang mau
mencegah. Kalau Makhluk Tuhan yang bernama Izrail itu datang tiba menjemput
jiwa-jiwa yang telah dituliskan untuk berpulang. Kalau saja, bisa ditunda
kematian. Maka mungkin saya akan bermohon kepada Allah agar tidak mengambil
nyawa kawan saya tersebut. Saat ia bermujahadah menuntut ilmu, saat ia
menikmati belajrnya memperdalam bahasa arab. Saya yakin, betapa bermanfaatnya
dia nanti klau sudah selesai dan kembali ke kampung halamannya. Dari Bahasa
Arab itulah ia mampu memahami islam, dan kemudian menjelaskannya ke masyarakat.
Tapi memang kata Allah, idza ja ajaluhum la yasta’khirun saatan wala
yastaqdimun. Kalau sudah waktunya, izrailpun bisa datang kapan saja. Tidak
ada yang bisa menunda atau memajukan.
Kematian, ngeri mendengarnya. Setiap
orang yang ditanya soal ini pasti terbayang cuma ada kain kafan dan kuburan.
Tempat yang disebut sebagai peristirahatan terakhir. Setelah mungkin berapa
banyak tempat yang sudah dijadikan istirahat. Terutama bagi mereka yang
memiliki harta berlimpah, selalu kemana-mana. Kadang makan siangnya dimana,
makan malamnya dimana, kemudian tidur malamnya di negara lain. Kalau sudah
kuburan disebutkan, maka ya itulah tempat istirahat akhir sebagai rumah masa
depan.
Jangan kata ada orang yang bisa
mengetahui kapan ajalnya. Kalaupun ada diantara mereka yang tahu, tapi itu
hanyalah tanda-tanda. Bukan waktu pastinya, kapan ia menghadap Tuhannya. Bagi
orang-orang shaleh, hal ini biasa. Mungkin kedekatannya dengan sang pencipta
yang membuat mereka bisa bersiap-siap untuk menghadap.
Pertanyaanya, apakah kita termasuk
mereka. Sehingga tidak jarang kita
sering menyepelekan persolan ini. Yang penting, selama masih muda, masih boleh
apa saja. Jangan takut dosa, karena taubat bisa nanti. Bahkan yang lebih parah,
ada yang cuek is the best tentang mati. Bukan matanya saja yang dibutakan
dengan dunia, tapi hatinya juga. Bagi mereka yang cinta dunia, maka kematian
sering tak terpikirkan.
Namun, yang paling celaka adalah
mereka-mereka yang sudah nyata berjalan
dipenghujung usia tapi tidak sadar kalau mereka akan berhenti berjalan. Tidak semakin
dekat dengan Allah, dan tidak berusahan mengevaluasi diri agar senantiasa
berucap taubat terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Ada beberapa perkara yang memang
sengaja Allah rahasiakan. Masalah hari kiamat misalnya, ketika Jibril dengan
penyamarannya sebagai manusia datang menemui nabi Muhammad SAW, lalu bertanya
kapan kiamat. Nabi menjawab; tidak lah lebih tahu orang yang ditanya dari pada
yang menanya. Kemudian masalah lailatul qadar. Tidak ada yang tahu tanggal dan
jam berapa pasti turunya. Kemudian masalah kematian. Siapapun orangnya tak sedikitpun mengetahui
kapan ajalnya.
Rahasia-rahasia ini sebenarnya
mengajarkan kepada kita agar tetap selalu waspada. Penuh perhitungan dan
persiapan. Kalau-kalau masa itu tiba, kita benar-benar siapa menghadapinya.
Tentunya, menghadapi sesuatu yang sudah punya persiapan lebih siap dari pada
yang tidak.
Kalau mau dibuktikan, liat saja
setiap fase manusia. umur berapapun, pasti semua mendapat giliran. Sebab mati
bukan menurut abjad nama. Atau urutan usia. Dari mulai anak bayi sekalipun
sampai yang tua, bakal dapat jatahnya. Tinggal masalah waktu saja. Walaupun,
biasanya mati itu identik sama yang tua, tapi bukan berarti tidak perlu
bersiap. Sebutlah antara muda dan tua itu berbanding satu banding sepuluh. Terus, bagaimana kalau
kita adalah yang satunya.
Semakin banyak persiapan yang ada
semakin, bahagia kita berjumpa Allah.
Kullu nafsin
dzaiqatul maut.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer