Handphone ku berdering saat aku berjalan keluar dari bangunan
fakultas syariah di kampusku. ketika itu ada sedikit keperluan. Kata orang,
kita yang belajar di sini kebanyakan datang ke kampus kalau gak untuk ujian, ya
ijraat (urusan administrasi). Beda banget dengan kampus lain. Sebab, kalau di
kampus-kampus lain, ada istilah titip absen, tidak untuk di Azhar. Bukan karena tidak ada kelas, tapi memang
pihak universitas tidak memberlakukan wajib hadir kepada mahasiswanya. Kalau pun
ada, hanya beberapa fakultas saja seperti ushuluddin dan lughah. Tidak untuk
fakultas syariah yang kuambil sekarang ini.
Aku kesana memang untuk ijroat, tapi bukan urusan bayar-membayar
melainkan yang satu lagi. Ngambil jatah bulanan minhah azhar alias beasiswa.
Lumayan lah, walau jumlahnya nggak begitu besar tapi cukup buat bayar sewa flat
dan makan.
“salam alaikum, gimana kabarnya fer, udah selesai belom ujiannya”
tanya Irwan Said membuka pembicaran di telepon selularku. “masih ada satu lagi,
syafahi” jawabku. Dia mengundangku datang kerumahnya di Qatameya yang dulu juga tempat tinggalku. Ada sedikit hajatan, makan malam. “datang ya Fer, acara walimahan Huzain” tegasnya.
Huzein nikah, waktu ujian gini. Pikirku agak heran. Tapi, ya
kalau udah jodoh, dan ada langkah menyempurnakan setengah agama (nisfuddin),
kenapa harus heran. Toh di sini biasa kok nikah sambil kuliah. Lagian, untuk
usia Huzein, nikah emang udah seharusnya. Dia yang kelahiran tujuh sembilan
sering jadi guyonan kami kalau sedang kumpul. Karena dia yang paling tua di rumah,
dan kalau berkaca dari usia nabi jatah bujangnya sudah kadaluarsa. Begitu canda
kami kepadanya, dan dia pun cuma bisa membalas dengan senyum.
Satu hal, yang paling berkesan bagiku saat tinggal bersama
mereka adalah puasa senin-kamis yang selalu mereka jalani. Kalau sudah dua
hari itu, jadwal makan berubah. Sesuai dengan jadwal sahur dan berbuka. dan
bukan hanya itu, yang lebih dahsyat lagi, adalah kawanku satu itu. Huzein,
selain senin-kamis, ternyata ia juga puasa Daud. Satu hari puasa, satu hari
berbuka. begitu hari-harinya. Subhanallah, kupikir, mungkin itu salah satu cara
yang ditempuhnya untuk menjaga diri dari maksiat. Sebab, diusia belia yang
sudah pantas nikah, namun belum ada kemampuan biasanya lebih sering tergoda
dalam urusan syahwat. Oleh karenanya Nabi, menganjurkan untuk berpuasa, bagi
pemuda yang belum bisa nikah.
Dalam salah satu hadisnya rasulullah saw menganjurkan pada
setiap pemuda;bagi yang sudah memiliki kemampuan memberi mahar dan nafkah serta
sehat jasmaniah untuk segera menikah. Kalau belum mampu, maka dianjurkan untuk
berpuasa. Karena dengan puasa diharapkan bisa menjadi pelindung.
Sepintas, apasih hubungan puasa dengan nikah. Sehingga
raslullah menawarkan cara ini yang harus ditempuh. Pertanyaannya kenapa harus
puasa? Kenapa tidak ibadah yang lain, seperti sholat, zakat atau naik haji
misalnya. Tentu ada rahasia dibalik itu semua.
Orang sering bilang, kalau tak pandai-pandai membawa diri
dan kuat iman, manusia banyak celaka karena memikirkan urusan perut dan dibawah
perut. Atau pernah kita dengar “gara-gara urusan yang sejengkal itu orang bisa
bunuh-bunuhan” itu yang banyak terjadi ditengah kita. Dan sudah ma’ruf, kalau
mau dirunut menurut pandangan keduniawaiannya, orang bekerja kebanyakan untuk
memenuhi kedua hal itu. jadi wajar, sebegitu eratnya dua anggota tubuh (perut
dan kemaluan) itu, maka perlu dijaga dan diberdayakan dengan benar.
Pertama; nikah sebagaimana yang kita tahu salah satu tujuan
disayariatkannya adalah untuk menyalurkan hasrat seksual seseorang terhadap
lawan jenisnya. Dan Islam menganjurkan bagi umatnya, agar segera melaksanakanya
agar menjadi sarana penyaluran yang benar. Kalau tidak, dikhawatirkan banyak
yang terjerumus pada lembah nista zina.
Kedua; puasa adalah jalur alternatif yang harus ditempuh
untuk menetralisirkan gairah seksuil. Sebab, dengan sedikit asupan energi yang
diterima oleh tubuh, biasanya membuat diri lebih mampu mengontrol dorongan
seksuil. Kemudian juga dengan puasa, akan terasa pengawasan Allah secara lebih.
Sebab orang yang puasa, selalu ingat selama seharian penuh ia harus menjaga
kelengkapan ibadahnya. Sebisa mungkin ia akan menghindarkan diri dari dosa-dosa
kecil seperti memandang yang bukan mahram dengan syahwat dan lain sebagainya.
Dan jika ditinjau dari biaya yang dikeluarkannya, puasa termasuk ibadah yang tak membutuhkan banyak
biaya seperti haji, atau zakat. Sehingga setiap orang bisa melaksanakannya. Juga,
puasa adalah ibadah yang bisa dijalankan sambil melakukan aktivitas lain. Beda
halnya dengan shalat.
Begitulah anjuran nikah dan alternatifnya jika belum sanggup
melaksanakan. walau secara rukun sederhana, hanya ijab kabul antara wali dan
calon suami yang disaksikan dua orang disertai dengan mahar seadanya, tapi
disinilah bermula bangunan masyarakat. Berawal dari dua insan yang diikat
dengan janji setia, kan terlahir generasi-generasi yang sah. Dari rumah
tanggalah akan terwujud masyarakat madani.
Suami yang berusaha
keras mencari nafkah dan bertanggung jawab melindungi anggota keluarga. Juga isteri yang menjadi
pelipur lara bagi suami dalam suka maupun duka sekaligus menjadi guru pertama
bagi anak-anaknya untuk megajarkan mana baik dan benar. Hingga terbangunlah
tatanan masyarakat yang saling menjaga satu kesatuan anggota keluarganya.
Mungkin, kalau tidak ada ikatan resmi ini, apa jadinya
sebuah masyarakat. Tanpa tanggung jawab, kepada siapa harus meminta kalau-kalau
perkembangbiakan manusia berlangsung begitu saja. maka pantas saja kalau nikah
disebut syathruddin atau nisfuddin.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

