Hari jumat, hari perbaikan gizi.
Setidaknya kalaupun kami sering kehabisan bahan pokok, dan kebetulan belum
makan, itu tidak kami rasakan pada hari jumat. Soalnya, ada tetangga atas yang
selalu mengantarkan makanan hampir setiap jum’at. Mulai dari makanan yang
sederhana sampai yang lumayan mewah. Itulah yang kualami dulu semasa tinggal di
Qatamea. Kawasan yang terletak di ujung
kota Kairo. Namanya juga Mashri al-Jadidah (Mesir yang baru).
Jumat itu, Ahmad kembali mengantar
makanan buat kami. Sedikit beda dan mewah, kali ini menunya bukan kusyari (makanan
khas mesir) dan isy (seperti roti ), tapi ikan bakar, udang goreng, zabadi
(yoghurt) dan halawiyat (manisan). Dapat angin syurga neh, kata Ardian,
kawan serumahku di sana. Pas kebetulan, jumat itu minggu ke empat. Persediaan bahan
makanan sudah habis. Perut kita belum masuk makanan berat. Alias Cuma baru
serapan roti-rotian. Nah, sewaktu datang makanan, Subhanallah, langsung kami
santap. “Memang terbaik tetangga atas kita “ucapku, sambil kami menghabiskan
makanan.
Lazimnya anak kos, yang namanya nggak makan
itu biasa. Kalau persedian lagi kosong, kebetulan yang lain juga lagi nggak
ngantongin uang, dan kiriman juga belum datang, jadi lebih sering puasa.
Beruntunglah, punya tetangga yang baik kayak Ahmad. Kebetulan lagi butuh,
kebetulan ada yang ngasih. Seperti orang ngantuk dikasih bantal. Langsung
disambut deh.
Apalagi, kalau waktu bulan ramadhan.
Subhanallah, tabiat dermawan orang arab baru kelihatan. Menu rutin hampir tiap
hari, makanan berbuka plus sayur mulkhiyah selalu menghiasi menur berbuka kami.
Jadi tetangga kami itu, jadwal ngantarnya bukan mingguan lagi melainkan harian.
Itu makanya bulan puasa disebut bulan perbaikan gizi.
Minimal yang namanya firakh
(ayam panggang) atau ikan panggang menjadi menu harian berbuka. Dan itu, yang
nyediakan bukan hanya dari tetangga-tetangga dekat, tapi ada juga muhsinin.
Tinggal kita datangi, dan kita ambil. Atau, juga kalau bulan puasa, ma’rufnya
itu maidaturrahman. Semacam tempat buka puasa bersama.
Kalau tinggal dirumah seperti itu,
nyaman rasanya. Tentu enak bukan, punya tetangga baik. Kami menganggap hidup kos
model apartemen ini, walau disekat-sekat dengan flat, tapi sama seperti tinggal
serumah. Sekatan pintu, dinding dan jendela tak ubahnya seperti ruangan-ruangan
dalam rumah. Terlebih lagi, kami bisa merasakan kehangatan keluarga. Setiap
anggota menghormati anggota lainnya. Kalau satu membutuhkan maka yang lain bisa
memenuhi kebutuhan tersebut.
Kejadian yang tak ubahnya dengan
antar mengantar makanan sesama tetangga sebenarnya bukan Cuma ada di mesir aja.
Tradisi ini bukan cuma ada di masyarakat arab, masyarakat kita juga sering
melakukannya. Yang saya tahu itulah yang
pernah dilakukan ibu saya semasa kami beberap kali tinggal di rumah yang
berbeda, dan punya tetangga yang beda pula.
Semasa SD dulu, hal yang paling
senang buat saya, saat-saat banyak makanan. Mungkin itu juga yang disenangin
oleh anak-anak kebanyakan. Makanya ibu saya lebih sering membuat makanan. Lebih
hemat pikirnya, ketimbang kami harus sering jajan di luar. Dan lebih terjamin.
Kalau ada makanan, pasti ibu saya menyisihkan sepiring buat tetangga. Dan yang
juga bikin lebih asyik ketika itu, biasanya piring antaran kita berisi lagi
dengan makanan yang beda. Pernah sesekali, saya mengantarkan bubur ke tetangga
dan kembalinya piring itu berisi jeruk. Asas timbal-balik yang sebenarnya bukan
diharap-harap, tapi begitulah. Namanya tradisi, jadi kalau orang berbuat
kebaikan kepada kita, ada rasa untuk berbuat sama kepadanya.
Kalau dipikir-pikir, hal seperti ini
kelihatannya sepele. Apalah artinya sepiring makanan buat tetangga. Apalagi
mungkin, tetangganya lebih kaya dan biasa makan lebih enak. Namun, justru itu
lebih bermakna dari pada tidak sama sekali. Sebab, tidak semua pemberian
diniliai dari banyak atau tidaknya, melainkan dari ketulusan orang yang
memberi. Itu yang paling berharga bagi yang menerima. Dan bukan hanya itu, rasa
berbagi juga akan lebih mengeratkan jalinan kemasyarakatan. Kalau kata nabi,
saling beri hadiahlah maka kamu akan saling mencintai.
Memberi makanan juga cerminan kadar
iman seseorang. Berbuat baik pada tetangga, seperti mengantarkan makanan, walau
cuma sedikit membuktikan iman kita pada Allah dan hari kiamat. Apa yang
dilakukan nabi dengan selalu membagikan makanan pada tetangganya yahudi
mengisyaratkan agar kita bisa berbuat baik pada sesama tetangga. Sampai-sampai
beliau mencela orang yang bisa tertidur pulas akan tetapi tetangganya
kelaparan. Itulah akhlak bertetangga.
Bukankah orang terdekat selain
anggota keluarga yang ada dirumah, adalah tetangga. Jika sikap bertetangga
dibina sebagaimana kita bersikap terhadap keluarga maka dengan sendirinya
masing-masing kita merasa seperti keluarga. Dan wajar, kalau-kalau ada terjadi
sesuatu pada kita, biar kata kita memiliki sanak saudara yang banyak tapi
berjauhan, maka tetanggalah yang menggantikan posisi mereka.
Coba bayangkan, jika bangunan
masyarakat kita dibina atas dasar persudaraan seperti ini. Mungkin tidak ada
lagi rasa hasad, dengki antar setiap anggota keluarga. Suasana keakraban pun
selalu terjalin. Tanpa harus diminta, dengan senang hati tetangga akan membantu
apa yang kita butuhkan. Karena tidak setiap saat kita bisa berharap pada sanak
famili yang ada. Benar, mereka adalah orang-orang terdekat bagi kita. Namun,
saat terjadi sesuatu pada diri kita di rumah, maka saat itu tetanggalah orang
yang paling dekat dengan kita.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

